Sunday, May 5, 2013

Saksi Bisu


Taken from nguleksambel.blog.com, my own write.
Semalam saya meminta ijin kepada mimin,saya ingin menulis cerbung,sesuatu yang belum pernah tuntas saya lakukan sebelumnya. Dan dia membolehkan. Jadi begini kisahnya.
Seperti layaknya cerita melodrama lainnya. Kisah ini dimulai dengan latar seorang anak laki-laki dan seorang gadis,meskipun saya sendiri tidak tahu,apa benar dia benar-benar masih gadis. untuk mempermudah,selanjutnya si laki-laki kita sebut saja “aku”
10 November 1991
“pan!!” seseorang memanggil namaku dari kejauhan. nam berlari seraya menghampiriku. “tunggu bentar,kok aq ditinggal sich!” teriaknya. kemarin memang kita sudah berjanji untuk berangkat sekolah bersama. Namun nam terlal lama,bersolek mungkin. Jadi aku tinggal saja.
Oh iya, maaf terlalu lancang sebelumnya, aku sengaja tidak memperkenalkan diri, pun memperkenalkan nam sebelumnya. silahkan mengenal kita berdua sejalan dengan cerita ini. Seperti kata pepatah usang, “tak kenal maka tak sayang”.
Nafas nam tersengal-sengal, mirip suara mobil pak kades ketika dipanaskan ketika aku berangkat sekolah berjalan kaki tiap pagi. Kedua tangan nam disandarkan kepundakku, sambil badannya dibungkukkan. mencari sandaran. “jahat banget sich,cuma telat sepuluh menit juga!!” ujarnya setengah tersengal-sengal. Dan aku hanya menjawab santai. Aku tidak suka orang yang telat. “Ya udah, ayo buruan! ntar dimarahin Pak Kem kalo sampek telat!” jawabnya sambil berlari menarik tanganku, hampir saja aku terjembab.
Jarak sekolah dan rumah kami, dimana aku dan nam bertetangga semenjak terakhir kali kami bisa mengingat, memang dekat, sekitar satu kilo-kurang sedikit. Sebenarnya aku dan nam tidak selalu berangkat sekolah bersama, kadangkala dia diantar oleh bapaknya yang bekerja menjadi pak carik, sekretaris desa, naik motor Honda putih-merah. Biasanya nam selalu tersenyum sambil melambaikan , ketika menyalip aku yang sedang berjalan.
Sesampainya di depan gedung berpapan besar,mungkin seukuran kami jika diberdirikan, kubaca lagi tulisan yang ada di papan tersebut, “SD EGERI HARAPAN”, dengan 2 huruf “N” yang hilang. Setengah terkaget saat mendengar suara dari Pak Timan yang membuyarkan lamunanku, “Buruan dik, Pak Kem sudah berdiri di lapangan”. Sontak kami berlari masuk kedalam sekolah, kalau Pak Kem sudah berdiri di lapangan, pasti waktu sudah menunjukkan pukul 06.55, lima menit lagi beliau akan berteriak, “Pak Man,tutup pagarnya!”, tanda KBM akan berlangsung.
Hari itu kegiatan di sekolah berlangsung biasa saja, selain pelajaran Bahasa Jawa yang selalu tidak aku mengerti, bayangkan, aku tidak bisa berbahasa tersebut, sudah ditambah dengan bahasa kromo inggil, yang menurutku merupakan bahasa yang lain lagi. Sebenarnya ada lagi yang tidak biasa, teman sekelas tadi ribut sekali. Tiba” dikelas bau tai kucing, dan menyengat sekali, tanda bahwa benda tersebut tidak jauh. Setelah setengah jam menelisik, ternyata diketahui asalnya dari celana temanku yang sepagi tadi sarapan rujak. Lombok lima.
Bunyi bel panjang, tanda sekolah telah usai, aku bergegas mengambil tas dan menuju kelas IV, kelas nam, yang berada di sebelah ruang kelasku. Oh iya, nam setahun lebih muda dariku.
Sepulang sekolah hari ini kami berjanji akan pergi kerumah Pak Saleh, minta dibuatkan layang-layang. Di tempat kami sedang musim layang-layang, di tempat kami biasa disebut layangan. Dan layangan buatan Pak Saleh adalah layangan paling bagus di daerah kami, seimbang, dan rangkanya kokoh. belum lagi gambarnya yang bagus.
Nam tersenyum lebar saat keluar dari ruang kelasnya, sambil memegang rambutnya yang dikuncir dua,kanan-kiri. Kulitnya yang kuning langsat tidak menampakkan hobinya bermain layangan, padahal nam terkenal jago bermain layangan. Sebaliknya dengan aku yang tidak terlalu suka bermain layangan, lebih suka berdiam diri di kamar, membaca buku. Tapi kulitku hitam.
Di perjalanan ke rumah Pak Saleh, aku bercerita tentang temanku yang berbau tai kucing tadi. Nam tertawa terpingkal-pingkal, sampai keluar air mata. Padahal tidak begitu lucu menurutku. malah aneh. makan rujak lombok lima aja sampai begitu.
Rumah Pak Saleh lumayan jauh. Bukan jauh jarak sebenarnya. Hanya saja kita harus menyeberangi dua jalan besar dan satu sungai kecil hanya untuk mencapai jalan setapak menuju rumah Pak Saleh. Jalan besar pertama sudah kami lalui, diseberangkan oleh pak becak. Nam kembali membahas masalah hubungan rujak dengan bau tai di kelasku, sembari terkekeh-kekeh tentunya. Sedikit menjijikkan sebenarnya, pembahasan nam terlalu mendetail, seperti apakah yang keluar itu makanan kemarin malam atau rujak tadi pagi.
Tiba-tiba kami sudah di tengah jalan besar yang kedua. bel mobil terdengar keras di telinga. Aku berlari menyeberang, sembari menoleh kebelakang, Nam terjatuh, bel mobil sekarang ditemani dengan decit ban. Cepat sekali. gelak tawa nam tidak terdengar lagi. Hanya riuh masyarakat setempat.
11 Oktober 2004
Aku terbangun dengan badan basah kuyup. sungguh mimpi yang aneh. kuraih ponsel milikku, kulihat, pukul 08.00, dengan tanda amplop berangka 2 disebelahnya. Rani-cowek.
Heh, g kul km?uda jm 7.45 nich!
Pesan satunya,
Uda aq TA in, bakso pak mat pokokny.
sambil menggosok mata, aq ambil handuk dan bergegas menuju kamar mandi kos di bawah. rencana hari ini, ke kampus, bakso pak mat. Oh iya ada lagi, lupakan mimpi semalam.

0 comments:

Post a Comment