Seingat saya, begini bunyinya..
![]() |
sumber : http://3.bp.blogspot.com/.../bulan-sabit1.jpg |
SEMUA yang hidup bakalnya mati. Sudah jelas, mungkin kalimat lainnya adalah “Semua yang bernafas pasti mati”, jaga-jaga jikalau kalian baru pertama kali mendengar kalimat yang pertama. Berarti sudah jelas permasalahan kita disini, kita terlahir, lalu mati pada akhirnya. Namun, apakah hal tersebut sudah menjawab semua pertanyaan tentang hidup kita?tentu tidak. Berbagai pakar mencoba menjelaskan apa makna hidup kita di dunia ini. Salah satunya yang akan kupaparkan, bersumber dari kegiatan yang baru saja aku ikuti siang tadi. Sekali lagi, seingat saya.
Berangkat dari
persoalan nafas-bernafas, telah kita ketahui secara umum bahwa kita (manusia)
bernafas dengan bahan bakar oksigen. Oksigen yang tentu dapat kita temui dimana
saja, bahkan di dalam kepala kita sendiri. Namun, pada beberapa kasus, memang,
saya setuju dengan yang satu ini, kita membutuhkan pengorbanan untuk
mendapatkan bahan bakar yang wajib atau bahkan hakiki kita gunakan. Ambil saja
contoh manusia yang membutuhkan alat bantu berupa tabung yang berisi oksigen
sekadarnya hanya untuk, ya, bernafas.
Jika kita berangkat
dari sana, mungkinnya dan mungkin, harusnya, kita berterima kasih setidaknya
pada diri kita sendiri yang tidak perlu repot-repot mengeluarkan kocek
yang cukup banyak hanya untuk melakukan kegiatan yang sehari-harinya kita
lakukan secara (seringkali) tidak sadar. Nah, sampai disini, pertanyaan
diarahkan kepada apa yang harus kita lakukan ketika untuk bernafas kita sudah
diberikan kemudahan?
Yang pertama,
interospeksi diri, selama kita hidup dan menghabiskan bermilyar-milyar ton
oksigen untuk bernafas, tentu sudah banyak yang kita lakukan di dunia, baik itu
sengaja maupun tidak sengaja, baik itu direncenakan maupun bersifat spontan,
dan baik itu untuk seseorang maupun untuk diri kita sendiri. Dan parahnya,
kadang kala kita melakukan sesuatu yang tidak seharusnya (salah), setidaknya
menurut subyektif sendiri atau orang lain. Nah, berangkat dari pemahamanku,
Interospeksi ini memang ternyata sangat berguna bagi setidaknya (lagi) diriku
sendiri untuk mengupgrade kemampuan diri. Menyadari kesalahan dan
memberikan rekomendasi.
Yang kedua, berbuat
baik. Segala macam peraturan yang sengaja maupun tidak sengaja sebagian besar
pasti mengarahkan kearah kebaikan. Jika menurut pemahamanku, Yah,sedikit-dikitnya,sekecil-kecilnya
yang aku lakukan bersifat positif bagi diri sendiri, maupun orang lain. Berbuat
baik ini memang sifatnya subyektif, meskipun tujuannya obyektif. Berbagai cara
pasti sudah ditempuh oleh semua orang untuk mendapatkan predikat orang baik,
dengan atau tanpa tendensi apapun. Jika otakku bingung untuk memahami, lakukan
hal terkecil yang bersifat positif setidaknya untuk diriku sendiri. Itu cukup
baik.
Yang ketiga, mengikuti
tauladan. Siapapun kita di dunia ini, pasti kita memiliki tauladan untuk apapun
yang kita lakukan. Jika kalia makan dengan tangan kanan, itu juga pasti
berangkat dari tauladan, siapapun dia, begitupun dengan tangan kiri. Jika
kalian terbiasa menaruh segebok uang dengan rapi di dalam dompet, itu
pasti juga ulah si tauladan. Tauladan itu banyak, dan bebas siapapun dan apapun
dia, meskipun ternyata tauladan itu adalah diri sendiri, itu menurut
pemahamanku. Sisanya terserah kalian.
Sebenarnya saya tidak
berminat untuk megikuti kegiatan ini, karena banyak aturan yang mengikutinya
dan sialnya, aku tidak terlalu suka diatur dan tidak tau aturan. Namun
benar yang dikatan orang banyak, semua pasti ada hal positif dan negatifnya,
setidaknya saya menemukan sedikit hal positif disana. Ingin mendengar apa
kelanjutannya, semoga tidak harus selalu dengan celana panjang.
0 comments:
Post a Comment