Masih mencoba untuk lebih jauh menulis. Tak ada tujuan lain. Sambil memenuhi janji yang terlampau terlambat,tak ada salahnya. Tujuanku melihat tumbuhnya kata dikepalaku,sedikit demi sedikit.
5 Januari 2008
Gelas di depanku tak lagi terlihat segar, mungkin karena cuaca hari terlalu panas. Jam menunjukkan pukul dua belas seperempat,itu berarti waktu istirahat siangku tinggal seperempat jam lagi.
Kujelaskan terlebih dahulu siapa diriku, aku bukan siapa-siapa,sama seperti kalian,aku hanya seorang pekerja kantoran biasa yang kalian lihat setiap pagi berangkat ke kantor dengan wajah terburu-buru,dan pulang dengan baju setengah basah oleh keringat dengan wajah yang berbeda-beda,karena kalian tidak ingat.
Seperti ornamen,aku selalu menghias setiap ruangan,setiap kisah,dan setiap drama yang kulihat,kudengar,dan kurasakan. Milikku, atau bukan. Bukankah kalian juga sama?pernah menjadi secuil cerita utuh beberapa orang?
Kembali ke halaman resto CR,tempat dimana kutaruh gelas yang tak segar tadi. Kulihat seorang pria di meja seberang berulang kali melihat jam tangannya,mungkin ini kali kelima. Tanpa analisis mendalampun aku tahu,ia menunggu seseorang.
Senyum kecil menghias bibirku,ketika kulihat wanita setengah berlari kearah pria itu,dan wajahnya tak lagi muram. "Lama ya pan?nunggunya? Maaf ya,tadi kerjaanku belum selese" ujar wanita itu, suaranya benar-benar kecil untuk seusianya,usia yang kurang lebih sama denganku,pertengahan dua puluhan.
Dengan tidak bermaksud menguping, kini aku tahu bahwa pria itu bernama Pan,dan wanita itu bernama Rani. Nama si pria kuketahui ketika namanya disebut berulang kali, dan Rani,wanita yang belum pernah kukenal, kuketahui namanya dari name-tag yang terpasang di dada kanannya,ternyata ia pegawai bank.
Tidak ada yang spesial dari mereka berdua,selain hubungan mereka yang terlihat dari cara mereka saling menyapa tadi,Pan si pria, berpenampilan kurang lebih sama denganku,rambut klimis dengan kemeja kotak-kotak dan dasi berwarna gelap. Sedangkan Rani si wanita,yang menurutku lebih menarik perhatian dengan rambut lurus sebahu,dan berparas manis menurut subyektifku. Pasangan yang ideal.
Obrolan mereka tidak terlalu serius, seputar pekerjaan, teman, gosip, dan hal wajar lainnya, sampai pan menegak minumannya dan menyalakan rokok.
"Kamu jadi berangkat ke Perancis, Ran?"
Aku melirik ke arah Rani,rasa penasaranku yang nakal memuncak.
"Itu...aku terpaksa Pan,kamu tahu ayah kan..."
Wajah Rani terlihat mulai gusar ketika ia menjawab pertanyaan itu.
"Lalu?"
Pan serasa kurang puas dengan jawaban itu.
"Lalu..lalu apa Pan?"
Entah Rani yang bersikap sok tidak tahu,tapi aku tahu arah pertanyaan Pan.
"Lalu kita bagaimana Ran?maksudku kita,hubungan ini?" Yang dikatakan Pan sesuai dengan dugaanku.
"Loh,kamu kan bisa....emm telpon aku?"
Rani dimataku hanya berusaha bersikap tenang,karena wajahnya mengatakan yang lain.
Keduanya lalu terdiam beberapa saat. Memberikanku waktu untuk menegak minumanku yang tinggal setengah gelas ini. Rasa penasaraan seperti menuntutku untuk mengetahui keutuhan drama ini. Namun setengah sadarku menyuruhku untuk pergi.
"Aku tidak bisa begini Ran,pertama kau tahu,ayahmu tak setuju denganku,dengan pangkat,jabatan,atau apalah,hal remeh-temeh itu. Lalu sekarang kamu dikirim pergi,kalau untuk bepergian mungkin aku bisa,tapi kalau sekolah?......ke Perancis.."
Aku merasa bersalah ketika mendengar ucapan Pan, tidak seharusnya aku mendengar ini,kini kesedihan Pan seakan kurasa pula. Kutenggak minumanku cepat-cepat sebelum aku mendengar terlalu jauh,dan sebelum aku berdiri untuk meninggalkan meja ini, kulihat Rani menutup mukanya dan air mata mengalir dari sela jarinya. Setidaknya kini Rani jujur dengan perasaannya.
Dan aku tak harus menjadi ornamen untuk mereka. Seharusnya.
17 Maret 2009
Seorang wanita muda,berambut ikal hitam dengan dandanan yang serba mewah,terlihat melambai kearah seorang pria yang berlari kearahnya,setelah sebelumnya duduk menunggu setengah jam di tengah pusat perbelanjaan.
Pria itu meminta maaf karena datang terlambat, dan wanita itu menjawab dengan senyuman ringan. Lengan pria itu digandengnya erat,lalu mereka berjalan bersama. Pan nama pria itu.