Sekelebat yang aku ingat, tadi aku berebut channel televisi dengan si bapak, dan aku boleh berbangga hati.
Trance,film yang menarik perhatian karena bertema psikologi,tema yang beberapa waktu ini menjadi candu bagiku,dan seperti candu,kalian tidak berniat untuk menghabiskan atau memahaminya secara keseluruhan.
Dengan latar belakang cerita kriminal,pencurian lukisan tepatnya,cerita ini membawa penontonnya untuk bertanya-tanya sepanjang film,tentang siapa,dimana,kapan,motif,cara,dan lain sebagainya,sebenarnya sangat khas film yang berlatar kriminologi.
Seperti biasa,jangan mengharap ringkasan,spoiler atau apapun disini,karena aku hanya menceritakan perasaanku setelah melihat film tersebut.
Kagum,setidaknya rasa itu yang sering muncul sepanjang film,kagum karena ketelitian naskah,adegan, kagum oleh totalitas aktris dan aktornya,bahkan sampai kagum pada diri karena jalan cerita yang tertebak di tengah cerita,meskipun tidak 100% tepat.
Beberapa adegan memang terlihat too good to be true, dan too awesome to be true, serasa tidak mungkin hal seperti itu terjadi pada kehidupanku yang kebanyakan biasa saja ini,tapi memang seperti itulah seharusnya film fiksi,membawa pengalaman baru "diluar" kebiasaan.
Roman adalah segmen dalam cerita yang mungkin paling tidak aku suka dalam film ini, film yang banyak melibatkan adegan ilmiah,rasio,logika serasa bertolak belakang dengan "adegan" yang didasari oleh cinta, setidaknya begitu subyektifku berkata.
Sial. Itu kata terakhirku setelah sederetan nama bermunculan secara vertikal menunjukkan bahwa film telah usai. Jika aku boleh menebak kembali, penikmat film psikologi (beberapa mengaitkan dengan film fucking mind dengan ke - khas - an alur ceritanya) akan terbagi kedalam dua kubu di film ini, "wow,keren hipnotisnya mbak ini" atau "hipnotis sebenarnya tidak sesimpel itu". Dan tebakanpun boleh salah.
0 comments:
Post a Comment