Sunday, May 19, 2013

Mimpi


AKU terbangun. Tapi tidak di ranjangku sendiri. Luas, dan berwarna hijau. Ya. Ini sebuah padang rumput.

                Kulihat sekeliling. Seperti tanpa batas, hanya ada sebuah pohon besar di sudut mataku. Matahari sungguh terik. Kuputuskan untuk berjalan lunglai kearahnya. Masih setengah sadar.
                Sesampainya disana kurebahkan tubuhku di salah satu akar pohon. Masih tersisa banyak ruang di akar ini. Terlalu besar pohon ini, memang. Mengadah keatas, daun-daun terlihat mini di atas sana, seperti bagian bawah pohon ini terlihat lebih besar daripada atas sana. Aku bingung.
                Kulamunkan diriku. Sedang apa aku disini. Untuk apa?
                Lebih jauh lagi. Apa ini?sebuah mimpikah?sejauh yang aku lihat, aku hanya sendiri disini, tidak ada seekor nyamuk atau lalat, apalagi manusia. Jika ini sebuah mimpi, maka, wajar.
                Duniaku. Begitulah aku menamai tempat yang serasa kukuasai sendiri saat ini. Tidak ada yang bisa menancapkan bendera disini selain aku, jadi terserah aku. Lamunanku semakin menjadi.
                Siapa aku disini. Apakah tetap sebagai aku sebelum aku tiba disini? Atau aku disini sebagai aku yang lain? Aku sebagai peran yang lain, atau peran baru yang harus aku isi sendiri. Entahlah, yang pasti tidak ada pedoman aku harus bagaimana dan berbuat apa.
                 Jika aku menentukan tempat ini adalah duniaku, berarti sejauh mataku memandang adalah wilayahku yang bebas ingin aku-apakan-isinya. Memang, sebenarnya aku tidak sendiri disini, ada tanah, rumput, angin, awan, matahari, dan sahabatku, si pohon besar disini.
                Lalu harus ku apakan semua ini?tanyaku pada aku sendiri. Pertama-tama aku harus menciptakan sesuatu yang bisa aku ciptakan, aku tidak akan menjadi penguasa jika tidak ada yang kukuasai.
                Berkhayal, aku akan membuat sebuah kastil dari bongkahan tanah yang tiba-tiba ada di sebelah kananku. Perlahan-lahan ku tata satu persatu bongkahan tanah tersebut, hingga setidaknya-mirip dengan sebuah kastil sesuai dengan bayangan di otakku. Setelahnya aku melamun kembali, harus ada yang mengurus kastil ini.Selama aku melamun bagaimana caranya, terlihat setitik hitam di koridor ujung barat kastil-begitulah aku menamai ujung pojok-kiri kastil yang kubuat. Ternyata seekor semut. Satu persatu mulai keluar dari bawah kastil yang kubuat.
                Setelahnya, aku baru sadar ternyata aku hanya perlu membayangkan sesuatu untuk menciptakan sesuatu, pekerjaan sebelumnya terasa sia-sia.
                Dalam hitungan beberapa menit aku sudah menciptakan ribuan pohon, aliran sungai, hewan-hewan dengan jumlah yang tidak seimbang sama sekali, matahari kedua, dan jutaan manusia mini yang kusebut “orang”. Setelahnya aku bersantai menikmati hasil pekerjaanku.
                Dalam sepuluh menit pertama, orang-orang ini ternyata meniru buah tanganku, mereka menciptakan kastil yang sama persis dengan kastil yang ku buat, mereka menduplikat pohon-pohon yang kuciptakan, dan menambah aliran sungai, tidak lupa mereka menambah sekaligus membunuhi hewan-hewan yang kuciptakan, meskipun kesemuanya membutuhkan waktu yang lebih lama dan lebih merepotkan dari caraku.
                Sepuluh menit kedua, mereka(orang) sudah memperbanyak diri menjadi empat kali lipat dari yang aku ciptakan. Dan mereka berseteru. Heran mengapa mereka berseteru, aku mendekatkan telinga ke tanah dan mencoba mendengar, ternyata mereka berebut lahan.
                Dengan segera, aku membayangkan sebuah pulau yang berukuran sepuluh kali lipat dari yang kutempati sekarang. Dan “voila” terbentuk pulau itu. Kutempatkan setengah dari orang-orang itu ke pulau yang baru.
                Tidak sampai setengah jam, masalah yang sama timbul, pulau kedua sudah penuh dan masalah semakin kompleks, kubayangkan pulau ketiga, keempat, dan kelima.
                Masalah semakin pelik, pulau satu, dua, tiga, empat, dan lima memiliki masalah sendiri-sendiri yang mereka sendiri tidak mengerti bagaimana menyelesaikannya. Aku bosan.
                Bosan dengan kemampuan mencipta, aku mencoba melatih kemampuan yang lain. Merusak.
                Kubayangkan pulau kedua bergetar hebat dan melompatkan semua isinya ke udara. Dan terjadi, aku sedikit terhibur. Namun baru aku sadari, aku hanya tertawa sendiri, sebenarnya tidak ada yang terjadi, pulau kedua hanya luluh lantak.
                Saking bosannya, aku mulai mengantuk. Kantuk berat ini di dukung dengan udara segar yang dihasilkan dari pohon besar yang kujadikan tempat  bersandarku, dan kulihat matahari bahkan belum terbenam, tidak akan sepertinya.
                Dengan setengah mata terbuka akhirnya kuputuskan solusi ekstrem untuk mengakhiri ini semua, kubayangkan pulau-pulau saling bertabrakan dan hancur menjadi berkeping-keping. Dan seperti yang kuduga, semua terjadi. Dan yang terakhir aku lihat, semua menjadi debu, kecuali aku dan Pohon Besar.
Gelap.
                Kepalaku berat, dan kakiku terasa kaku, begitupun tanganku. Mataku sedikit terbuka dan kulihat pemandangan yang terasa tidak asing di mataku. Dinding kamarku.
Kondisi ranjangku sudah tidak beraturan, setengah terbangun, aku merubah posisi tidurku ke arah pintu. Dan kulihat adikku yang berumur lima tahun bermain di lantai kamar.
Bermain rumah-rumahan.
-Ipank-

5 comments:

  1. jadi mikir kalo aku ini 'boneka' dari rumah - rumahan yang siap dikasihi sak paring2 & dihancurkan kapanpun

    ReplyDelete
  2. ya mungkin saja seperti itu.siapa yang tahu?makanya jangan sembarang mencipta dn menghancurkan. jangan" yg kamu ciptakan itu nanti bakal mencipta juga?ah kepanjangan komen jadinya.

    ReplyDelete
  3. Kok esip se carane mas iki nulis...

    ReplyDelete
  4. Masi tahap belajar kok kak.mohon bimbingannya :)

    ReplyDelete
  5. Helegeteb....ahihihihi, sama dong ah, sama-sama belajar. Kamu bikin merinding disco aja nulis 'kak'

    Biasanya, kata orang-orang hebat sih, tulisan yang bagus itu bukan hanya pada isinya. Tapi juga pada tiap detail penggunaan tata bahasa. Misalnya kapan peletakan spasi, huruf kapital, tanda baca dan lain-lain. Pokoknya EYD bangetlah...

    Eh, kok saya makin meracau ya...sial

    ReplyDelete