Hari Sabtu, hari yang sebenarnya tidak ada bedanya dengan hari-hari yang lain. Terutama bagi saya. Kenapa? karena tidak ada apa-apa. Toh saya memang pengangguran, tapi mending. Saya masih mahasiswa.
Tadi pagi-pagi sekali saya dapat sms dari Dila dan Marisa. Saya lupa siapa yang sms dulu. Sepertinya saya, soalnya nggak mungkin mereka sms duluan.
Isinya sederhana, mereka bertanya-tanya kapan jadi diajak ke Cak Wang. Kemarin siang memang saya dan teman-teman berjanji akan mengajak mereka berdua ke Cak Wang.
Waduh, saya lupa mengenalkan siapa itu Dila dan Marisa, mereka berdua adalah anggota baru di tempat saya berorganisasi, dan sesuai kebiasaan adat setempat, memang kalau ada anggota baru berkelamin perempuan, biasanya akan jadi perhatian. Meskipun tidak semua.
dan sekarang Cak Wang. Cak Wang adalah suatu tempat untuk berdiskusi, berorganisasi sambil menuang kopi kedalam mulut, dan bercengkerama tentang dunia politik, organisasi, dan kemajuan bangsa dan negara. Biasanya orang-orang disana akan terlibat sebuah, ehm…sesuatu yang berbau konflik, konflik yang anarkis sehingga menimbulkan keributan yang tidak biasa. Begitulah Cak Wang menurut Toni Blank, kira-kira.
Ternyata yang berkumpul di warung Cak Wang laki-laki semua. Ada sih satu perempuan, tapi tetap berambut laki-laki. Dan kepunyaan Krist.
Mengajak perempuan ke warung kopi memang susah. Setidaknya itu yang saya alami. Bukan main susahnya. Selalu ada saja alasan untuk menolak undangan kami. Kalau kata Krist sih alasannya lebih banyak dari bulu musangnya GM.
Entah kenapa, apa mulut saya kurang lihai untuk mengajak, sehingga ajakan yang masuk ke telinga mereka kurang mengasyikkan daripada menonton drama korea, shopping di mall, atau tidur siang. Padahal mulut saya sudah cukup berbusa, ketika menyusun kata-kata, ayok ngopi.
Ngopi, padahal banyak sekali manfaatnya, lagi-lagi menurut saya. paling-paling negatifnya yang paling kerasa hanya dua, ilang waktu, ilang uang. sedangkan positifnya, tidak terlalu banyak.
–ipank–
0 comments:
Post a Comment